Salju

Kamis, 12 Juni 2014

Bagaimana Menyikapi Kesalahan yang Dilakukan Divisi HRD atau Manajemen Puncak

Ketelitian, check dan re-check, selain oleh kita sendiri, juga oleh orang lain yang melaksanakan proses selanjutnya sangat diperlukan dalam pekerjaan.
Bila seseorang mengetahui kelemahannya sendiri dalam hal ketelitian dan attentive to detail, maka dia perlu secara smart menyiasatinya selain dengan men-cek ulang semua hasil kerjanya sebelum dilanjutkan ke proses selanjutnya, apalagi bila akan diumumkan atau di-presentasikan, dia bisa juga memanfaatkan rekan kerjanya atau anak buahnya untuk men-cek ulang semuanya. Ada langkah yang lebih strategis lagi, yaitu pastikan pihak yang mengecek membubuhkan paraf-nya atau tanda-tangannya. Ini akan membuat mereka membaca dengan lebih teliti.
Apabila terjadi juga release kepada banyak pihak yang berkepentingan dimana masih terdapat kesalahan data, bagaimana seharusnya menyikapinya ? Apalagi bila hal tersebut berkenaan dengan benefit karyawan yang tentunya mempengaruhi perencanaan finansial rumah tangganya.
Ada sebuah kasus di salah satu perusahaan yang memberi fasilitas COP (car ownership program) bagi posisi manajer ke atas dimana suatu saat terjadi kesalahan data dalam mengumumkan daftar para manajer yang telah selesai cicilan mobilnya dan dilanjutkan dengan proses balik nama dari perusahaan kepada dirinya yang dilaksanakan dan dibiayai oleh perusahaan. Proses ini sudah berlanjut sampai masing-masing manajer yang bersangkutan menanda-tangani dokumen tertentu yang meng-konfirmasikan hal ini. Manajer lain yang tidak termasuk dalam pengumuman tersebut mengajukan untuk pengecekan kembali. Sesudah di-cek ulang, ternyata memang ada kesalahan data. Daftar nama para manajer tersebut seharusnya belum berakhir cicilannya dan jadwal yang benar adalah sama dengan manajer yang mengajukan untuk pengecekan kembali tersebut. Kesalahan ini dilakukan oleh divisi HRD. Apa tindakan divisi ini sesudah kesalahan data terbukti ? Diundurlah waktu selesainya cicilan dan berarti pemotongan gaji para manajer yang terkena kesalahan pengumuman dilanjutkan sampai saat yang benar. Pemberitahuan koreksi ini hanya dilakukan dengan email.
Lalu bagaiman bila di antara para manajer yang terkena telah melakukan perencanaan finansial tertentu menyangkut keluarganya ? Misalnya bila telah mengadakan perjanjian dengan orang yang akan mengambil oper mobilnya, menerima uang muka yang telah digunakan pula untuk membiayai pengobatan orang tuanya atau apabila dia telah mendaftar naik haji karena telah ada orang yang akan menampung atau mengambil oper mobilnya tersebut.
Beberapa pihak saat itu berpendapat bahwa keputusan yang lebih bijaksana adalah memajukan tanggal selesai cicilan para manajer yang terkena pengumuman yang salah tersebut sesuai dengan pengumuman, termasuk manajer lain yang tidak tercakup pada pengumuman yang salah tetaoi seharusnya berlaku tanggal akhir cicilan yang sama. You made a mistake, you live with that.
Tentunya tim di HRD yang terlibat dalam proses sampai keluar pengumuman yang salah itu perlu terkena tindakan tertentu, minimal peringatan agar kesalahan serupa tidak terulang kembali.
Ini bisa terjadi juga pada manajemen puncak, misalnya dalam memutuskan siapa yang dapat bonus atau penghargaan berupa uang atau jalan-jalan ke luar negeri dan siapa yang tidak, memutuskan perubahan siapa yang termasuk staf lapangan sehingga memperoleh tunjangan mobil dan siapa yang tidak, atau memutuskan kepindahan seorang karyawan ke sebuah fungsi baru dengan rank sama, yang mengakibatkan dia kehilangan jatah over time atau kehilangan perolehan insentif penjualan.
Adalah lebih baik bila keputusan-keputusan seperti ini ditimbang sebaik-baiknya, bandingkan beberapa alternatif dan pilih yang memberikan kemungkinan paling kecil untuk diprotes. Terutama apabila yang terkena adalah para karyawan di tingkat yang cukup rendah dimana persentase terhadap gaji pokok dari hilangnya benefit yang sebelumnya dia peroleh cukup perlu diperhitungkan.
Manajemen puncak perusahaan perlu tegas menjaga kredibilitas dan kewibawaannya di mata para karyawan, namun juga harus memastikan bahwa keputusannya selalu adalah yang seadil-adilnya dan menghadapi kemungkinan diprotes lebih kecil.
Dalam perkembangan saat ini, dengan makin banyaknya angkatan kerja yang mencari pekerjaan, banyak perusahaan merekrut karyawan dengan latar belakang pendidikan lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa dekade sebelumnya. Perubahan kultur dalam pergaulan maupun dalam komunikasi dengan para karyawan-pun makin terasa.
Sama dengan yang dialami para orang tua saat ini, generasi baru, terutama bila pendidikan mereka sudah tinggi tidak sepatuh seperti saat orang tua kita membesarkan kita. Generasi yang baru perlu diyakinkan dengan logika dan argumentasi-argumentasi yang masuk akal. Mereka lebih berani menyatakan pendapat.
Tidak disangkal lagi, perusahaan yang telah banyak merekrut fresh graduates yang muda-muda menghadapi situasi yang sama. Apalagi bila merekrut experienced people, dari parusahaan lain yang telah memberlakukan kultur komunikasi yang terbuka dan prinsip partnership antara atasan dengan bawahan. Orang-orang ini lebih menuntut keadilan. Dalam proses pendidikan yang dilalui oleh generasi muda saat ini mereka sudah lebih bebas menyanggah guru atau dosen, beradu argumentasi dan telah lebih banyak dilibatkan dalam keputusan-keputusan penting di sekolah atau kampus mereka.
Makin tinggi tingkat rata-rata pendidikan para karyawan, apalagi makin muda-nya rata-rata umur para karyawan, semakin mendesak kebutuhan untuk memperlakukan mereka dengan tingkat maturity yang sama dengan manajemen perusahaan. Menghadapi para karyawan yang makin merasa bebas untuk mengemukakan pendapat, makin terasa keperluan untuk memberlakukan kultur hubungan atasan dengan bawahan sebagai partner. Disamping manajemen harus lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan, dengan tingkat kedewasaan yang sudah tinggi dari para karyawan, juga makin kecil kemungkinan untuk menutupi kesalahan-kesalahan atau ketidak-adilan yang terjadi tanpa disengaja.
Jadi sudah saatnya manajemen, dengan sikap yang tetap berwibawa namun tetap simpatik dan meng-ekspresikan keterbukaan, sesekali terbuka untuk mengakui kesalahan yang telah terjadi dan mengambil tindakan yang terpuji dalam memperbaiki dan menangani akibat-akibatnya.
Menutup-nutupinya atau menyaring informasi terhadap para karayawan yang telah semakin pintar malah mengakibatkan cemoohan dan manajemen kehilangan kredibilitas di mata karyawan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar